
Menopause Sebagai Masa Pembaharuan:Sarang mungkin kosong, tetapi berkat senantiasa menyongsong.
Ditulis oleh Zhu Sheng-en · Foto oleh Cai Jia-zhen·Fenterjemah Farida Meily
Ketika menopause datang menyapa, tubuh dan emosi sering ikut berubah. Bagaimana sebaiknya kaum hawa menghadapi fase ini? Dalam rangka Hari Menopause Sedunia (setiap 18 Oktober), Pemerintah Kabupaten Changhua menugaskan Eden Foundation—pengelola Pusat Layanan Komunitas Imigran Baru di Distrik Tianzhong—untuk menyelenggarakan lokakarya “Sarang Kosong, tetapi Hati Tak Kosong: Melangkah Sehat Melewati Masa Menopause.”Kegiatan ini diadakan sebagai bentuk kepedulian terhadap kesehatan fisik dan mental perempuan imigran baru.
(Sarang kosong adalah istilah yang menggambarkan fase kehidupan ketika anak-anak sudah tumbuh dewasa dan meninggalkan rumah, misalnya untuk sekolah, bekerja, atau berumah tangga. )

Eden menyelenggarakan lokakarya untuk mendukung kesehatan perempuan imigran baru.
Berdasarkan Survei Kebutuhan Hidup Imigran Baru yang dipublikasikan oleh Badan Imigrasi Nasional (National Immigration Agency/NIA) pada Juli 2024, diperoleh hasil sebagai berikut:
· Jenis kelamin: laki-laki 8,8%; perempuan 91,2%.
· Usia: 35–44 tahun sebanyak 41,1%; 45–64 tahun sebanyak 45,6%.
· Masa tinggal: 76% imigran baru telah tinggal di Taiwan lebih dari 10 tahun.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas imigran baru di Taiwan adalah perempuan.
Baik perempuan Taiwan maupun imigran baru, perhatian utama mereka tetap sama: ekonomi dan kesehatan menjadi dua tantangan terpenting.
Selain itu, banyak perempuan imigran baru telah menetap di Taiwan selama bertahun-tahun, sehingga tantangan kesehatan yang muncul seiring pertambahan usia semakin layak mendapat perhatian publik.
(Definisi imigran baru: individu yang datang ke Taiwan dari luar negeri untuk menikah atau bermigrasi, kemudian menetap.)
https://www.immigration.gov.tw/5385/7344/70395/143257/
Sebagai pembuka kegiatan, psikolog konseling Du Xin-yi mengajak peserta bermain lompat tali di luar ruangan.

Permainan melompati tali melambangkan berbagai tahap kehidupan.
Aturan permainannya sangat sederhana: peserta boleh melompati tali dengan berbagai cara, namun jika menyentuh tali, mereka harus mengulang dari awal.
Dalam setiap putaran, tali akan dinaikkan sehingga tingkat kesulitannya bertambah.
Pada awal permainan, semua peserta dapat melompati tali dengan mudah. Namun ketika tali semakin tinggi, ada yang menyentuh tali, ada pula yang tersandung karenanya. Suasana dipenuhi tawa, tanpa satu detik pun terasa membosankan.
Di putaran terakhir, peserta dibagi menjadi kelompok beranggota tiga orang untuk melompati tali bersama.
“Ya hahaha!” Para saudari berlari ke depan sambil berteriak antusias.

Saling bergandeng tangan bersama-sama melewati masa menopause dan masa sarang kosong.
Permainannya begitu seru hingga setelah selesai pun para peserta tampak enggan kembali ke dalam kelas. Sambil minum air dan beristirahat sejenak, Du Hsin-Yi menjelaskan makna dari permainan tersebut merupakan tahap-tahap dalam kehidupan perempuan—mulai dari bersekolah, bekerja, menikah, hingga memiliki anak—tak banyak orang yang dapat melewatinya tanpa rintangan . Bagi kebanyakan orang, setiap tahap terasa lebih menantang daripada yang sebelumnya.
Putaran terakhir dalam permainan melambangkan fase ketika perempuan memasuki masa menopause, mengalami perubahan fisik, dan sekaligus menghadapi masa sarang kosong—sebuah tantangan yang benar-benar baru.
Pada masa inilah dukungan dari sesama kaum perempuan menjadi sangat penting untuk dapat melangkah maju bersama.
Psikolog menjelaskan bahwa masa menopause dan masa sarang kosong merupakan titik balik penting dalam kehidupan, di mana perempuan memiliki kesempatan untuk kembali mengenali diri, mengembangkan minat pribadi, membangun ulang hubungan dengan pasangan, bahkan memulai “fase baru” dalam hidup mereka.
Untuk berhasil melewati masa transisi ini, diperlukan pengetahuan kesehatan yang tepat, kemampuan penyesuaian emosional, perubahan gaya hidup, serta dukungan sosial yang memadai.

Psikolog konseling Du Hsin-Yi.
Lokakarya ini tidak hanya disusun dengan baik oleh penyelenggara, tetapi yang lebih berharga lagi adalah para peserta yang dengan tulus membagikan pengalaman mereka dalam menghadapi dan melewati masa menopause serta masa sarang kosong.
Lina Chang, seorang imigran baru dari Indonesia yang telah menikah dan tinggal di Taiwan selama 23 tahun, mengenang masa ketika putranya masih di bangku sekolah dasar. Saat itu ia seperti memikul dua beban sekaligus, dimana ia harus bekerja sambil mengurus keluarga.
Suatu malam, ia meraba benjolan sebesar telur di bagian perutnya. Merasa khawatir, ia segera pergi ke dokter kandungan. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa ia mengidap kanker ovarium, jenis kanker ginekologis dengan angka kematian tertinggi.
“Apakah saya akan mati? Bagaimana dengan anak-anak saya?”
Begitu mendengar diagnosis itu, lututnya langsung lemas.
Dengan bercanda ia menyebut dirinya “takut mati”, namun justru karena itulah ia bekerja sama sepenuhnya dengan tim medis. Ia menjalani operasi pengangkatan rahim, ovarium, kelenjar getah bening, dan usus buntu. Untuk memperkuat hasil pengobatan, ia kemudian menjalani enam kali kemoterapi.
“Apakah Anda tidak khawatir operasi ini akan memengaruhi hubungan pernikahan?” tanya Du Hsin-Yi dengan penasaran.
Namun Lina menjawab tegas bahwa ia memilih untuk “mengangkat semuanya” tanpa ragu sedikit pun.
Ovarium adalah organ yang memproduksi hormon perempuan dan berperan penting dalam kesuburan—serta menjadi sumber “kewanitaan” bagi banyak perempuan. Pertanyaan itu muncul karena banyak perempuan Taiwan yang menghadapi kanker kerap sulit membuat keputusan seperti yang dilakukan Lina.
“Saya hanya ingin hidup,” katanya. Mengingat anak-anaknya yang masih kecil, ia bertekad untuk melawan penyakit itu.
Namun operasi tersebut membuatnya memasuki masa menopause lebih awal. Ia mengalami perubahan emosi dan insomnia. Dengan bahasa Mandarinnya yang fasih, ia menggambarkan malam-malam tanpa tidur dengan “mata saya berkilau terang.”
Kemoterapi juga menyebabkan rambutnya rontok, yang juga merontokkan rasa percaya dirinya.

Lina merekomendasikan bahwa “tertawa adalah suplemen terbaik.”
Dengan tekad kuat, Lina mulai mengubah gaya hidupnya untuk menghadapi gejala menopause. Ia membatasi minuman manis, beralih ke makanan alami, dan meskipun menyukai mie instant, kini ia hanya mengizinkan dirinya memakannya sekali setiap musim. Ia juga rutin berolahraga, mengelola tekanan hidup, dan dengan penuh keyakinan mengatakan:
“Tertawa adalah suplemen terbaik.”
Kini kedua putranya telah tumbuh dewasa.
Dengan rambut yang telah tumbuh kembali, Lina menceritakan perjalanan perjuangannya melawan kanker dan menopause dengan tenang—dan setiap orang yang mendengar pun dibuatnya terharu.
Bagian puncak dari lokakarya ini adalah kegiatan membuat gantungan bunga kecil.
Instruktur kerajinan tangan, Li-Chiou Liang, tidak hanya terampil, tetapi juga dengan tulus membagikan pengalamannya tentang bagaimana ia melewati masa sarang kosong dengan penuh keceriaan dan percaya diri.

Liang Li-qiu mengajarkan cara membuat gantungan bunga kecil.
Suaminya bekerja, sementara anak-anaknya merantau ke luar kota.
Sebagai ibu rumah tangga, hampir seluruh masa terbaik dalam hidupnya ia abdikan untuk keluarga.
Namun ketika masa sarang kosong tiba, ia merasa kehilangan arah. Liang Li-Chiou pun tersadar, “hidup tidak seharusnya dijalani seperti ini.”
Secara tidak sengaja ia mengenal kelas-kelas pemberdayaan perempuan yang diselenggarakan oleh Eden.
Kegiatan tersebut bukan hanya memperkaya dunia pergaulannya, tetapi juga membangkitkan kembali minat lamanya pada seni mengayam.
Dengan latar belakang pendidikan tata boga dan keterampilan membuat kerajinan tangan, ditambah pelatihan dari Eden, ia kemudian berubah menjadi seorang instruktur kerajinan tangan. Ia bahkan dengan sukacita menjadi relawan untuk memberikan kontribusi kepada komunitas.
Kini, lihatlah ia berdiri di depan kelas, dengan percaya diri mengajarkan cara membuat gantungan bunga, penampilan anggun yang menjadi bukti bahwa ia telah menemukan panggung baru dalam fase kehidupan berikutnya.
Psikolog juga melakukan pengamatan terhadap perempuan dari berbagai kelompok usia. Pada usia 40 tahun, sebagian besar waktu mereka tersita untuk pekerjaan dan keluarga.
Di usia 50–60 tahun, barulah mereka dapat mulai menghadiahkan sedikit waktu kembali kepada diri sendiri.
Du Hsin-Yi mendorong para perempuan , bahwa ketika fokus hidup membesarkan anak telah berlalu, mereka dapat memperdalam hubungan dengan pasangan, mengembangkan hobi, menjaga persahabatan, serta mengeksplorasi hal-hal baru, sehingga masa sarang kosong dapat berubah menjadi masa yang penuh berkah dan penuh makna.

Sumber: Buletin Eden 14 November 2025, No. 465


